Otoinfo – Di pasar mobil listrik Asia Tenggara, Wuling BinguoEV menjadi perhatian utama dengan perbedaan harga yang signifikan antara Thailand dan Indonesia.
Distributor tunggal untuk Wuling di Thailand EV Primus Co., Ltd., baru-baru ini meluncurkan Wuling BinguoEV dengan penawaran harga pengenalan yang menarik. Model BinguoEV AC dijual seharga 419.000 baht (sekitar Rp 186,9 juta) dan BinguoEV DC seharga 449.000 baht (sekitar Rp 200 jutaan), khusus untuk 1.000 konsumen pertama yang beruntung.
Di sisi lain, di Indonesia, harga Wuling BinguoEV jauh lebih tinggi. Setelah memperoleh insentif PPN dari pemerintah, harga mobil ini berkisar antara Rp 317 juta hingga Rp 372 juta. Namun, tanpa insentif tersebut, harga BinguoEV di Indonesia dapat mencapai Rp 348 juta hingga Rp 408 juta.
Perbedaan harga yang cukup mencolok ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk struktur harga yang berbeda dan kebijakan insentif yang diberlakukan di masing-masing negara. Wuling Motors, menjelaskan bahwa perbedaan harga ini juga dipengaruhi oleh kebijakan insentif kendaraan listrik yang berlaku di Thailand.
Pemerintah Thailand menerapkan kebijakan EV 3.5, yang mencakup subsidi, pengurangan pajak impor untuk komponen tertentu, dan pengurangan pajak baterai. Kebijakan ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Thailand dan mendukung inisiatif untuk menjadikan Thailand sebagai pusat produksi BEV (Battery Electric Vehicle) regional.
Insentif Mobil Listrik di Thailand
Menurut informasi dari PDLegal, kebijakan insentif mobil listrik di Thailand yang dikenal dengan EV 3.5 memberikan dukungan yang signifikan. Mulai tahun 2024, kebijakan ini mencakup beberapa aspek penting seperti subsidi, pengurangan pajak impor, dan pengurangan pajak cukai baterai untuk kendaraan listrik.
Hal ini tidak hanya mempengaruhi harga jual mobil listrik di pasar, tetapi juga mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan di industri otomotif Thailand. Untuk kendaraan listrik penumpang, kebijakan subsidi di Thailand berlaku dengan skema yang berbeda-beda setiap tahunnya.
Pada tahun 2024, pemerintah Thailand memberikan subsidi sebesar 50.000 baht untuk kendaraan dengan kapasitas baterai antara 10 kWh hingga 50 kWh, dan subsidi sebesar 100.000 baht untuk kendaraan dengan kapasitas baterai lebih dari 50 kWh. Subsidi ini bertujuan untuk mengurangi harga jual mobil listrik kepada konsumen dan memperluas aksesibilitasnya.
Tidak hanya subsidi, kebijakan EV 3.5 juga mencakup pengurangan pajak impor untuk mobil listrik dengan harga kurang dari 2 juta baht (sekitar Rp 890 jutaan). Pemerintah Thailand memberlakukan pemotongan pajak impor hingga 40 persen untuk dua tahun pertama, serta pengurangan pajak cukai dari 8 persen menjadi hanya 2 persen. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menurunkan biaya produksi dan menjadikan mobil listrik lebih terjangkau bagi konsumen Thailand.
Dampak Kebijakan Insentif
Implementasi kebijakan insentif EV 3.5 di Thailand telah membawa dampak positif signifikan. Selain meningkatkan penetrasi pasar mobil listrik, kebijakan ini juga mendukung pertumbuhan ekonomi dan inovasi di sektor otomotif.
Dengan memfasilitasi harga lebih terjangkau dan menarik investasi dalam infrastruktur pengisian baterai, Thailand terus bergerak maju sebagai pemimpin regional dalam industri kendaraan listrik.
Melalui kebijakan insentif yang progresif, pemerintah Thailand tidak hanya mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan, tetapi juga memperkuat posisi negara sebagai pusat produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara. Ini sejalan dengan visi global untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi menuju mobilitas berkelanjutan di masa depan. Otoinfo
About The Author
