Otoinfo.id – Thailand telah meluncurkan program subsidi besar-besaran untuk kendaraan listrik (EV) sejak 2022, dalam upaya menjadikannya lebih terjangkau bagi masyarakat. Subsidi hingga 150.000 baht (sekitar Rp 68 juta) per unit, serta penghapusan tarif impor untuk EV dari China, bertujuan mempercepat adopsi kendaraan listrik di negara tersebut. Namun, langkah ini tidak tanpa dampak negatif.
Para pelaku industri otomotif di Thailand melaporkan efek samping yang signifikan dari program subsidi ini. Kelebihan pasokan kendaraan listrik mulai mengganggu pasar, memicu perang harga untuk mobil bermesin konvensional, dan berdampak pada penurunan produksi serta penutupan pabrik-pabrik mobil konvensional. Produksi komponen kendaraan juga terpengaruh, dengan beberapa produsen suku cadang terpaksa tutup karena sebagian besar produsen kendaraan listrik China tidak membeli dari mereka.
Penurunan penjualan mobil berbahan bakar fosil di Thailand berdampak terutama pada produsen mobil Jepang, yang memproduksi sekitar 90 persen kendaraan fosil di negara tersebut. Situasi ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi industri otomotif ketika transisi besar ke teknologi baru berlangsung terlalu cepat tanpa perencanaan yang matang.
Melihat situasi ini, penting bagi Indonesia untuk memperhatikan potensi dampak serupa. Indonesia sedang memasuki era elektrifikasi kendaraan dengan kebijakan yang berfokus pada diversifikasi energi, termasuk pengembangan bahan bakar nabati seperti biodiesel dan bioetanol. Industri otomotif di Indonesia menyumbang 4 persen dari PDB dan membuka 1,5 juta lapangan pekerjaan, menjadikannya sektor krusial bagi ekonomi negara.
Menurut Yannes Pasaribu dari Institut Teknologi Bandung (ITB), sekitar 45 persen industri komponen, terutama yang memproduksi parts mesin motor bakar, berpotensi tutup secara bertahap akibat transisi ke kendaraan listrik. Oleh karena itu, adaptasi terhadap perkembangan zaman menjadi kunci. Selain kendaraan listrik, pengembangan teknologi berbasis energi terbarukan dan bahan bakar nabati perlu didorong untuk menjaga keseimbangan industri otomotif.
Berbeda dengan Thailand yang fokus pada kendaraan listrik, Indonesia menerapkan kebijakan bauran energi, memanfaatkan kekayaan sumber daya alam seperti nikel, lithium, dan sawit. Pengembangan biodiesel dan bioetanol merupakan langkah strategis untuk memastikan keberagaman energi dan mendukung industri otomotif.
Dengan populasi kendaraan pribadi yang tinggi di Pulau Jawa, sementara pasar di luar Jawa masih berkembang, adaptasi teknologi dan inovasi dalam bahan bakar menjadi krusial. Memastikan industri otomotif dapat bertransisi dengan lancar tanpa merugikan sektor-sektor terkait akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pekerjaan di Indonesia.
So, Thailand menunjukkan bahwa transisi besar-besaran ke kendaraan listrik dapat menimbulkan tantangan, seperti gangguan pada industri otomotif konvensional dan rantai pasokan. Indonesia harus belajar dari pengalaman ini dengan menerapkan kebijakan yang seimbang antara kendaraan listrik dan energi terbarukan, serta memfasilitasi adaptasi bagi industri terkait guna meminimalkan dampak negatif dan memanfaatkan peluang di era elektrifikasi kendaraan.
More Stories
Ribuan Bikers All Varian Rayakan Anniversary RCB ke-30 Tahun, Sekaligus Nikmati RCB Day MotoGP dan Pulang Bawa Grand Prize Motor
Formasi Solid! Yamaha Racing Indonesia Targetkan Juara 2 kelas sekaligus di ARRC Mandalika 2025
Arai Agaska Belajar Langsung dari Juara Dunia, Rasakan Pengalaman Spesial di Yamaha BLU CRU Master Camp 2025